"Upaya Rehabilitasi Sebagai Reaksi Formal Humanis Bagi Penyalah Guna Narkoba"
Berdasarkan data World Drug Report UNODC tahun 2020 tercatat sekitar 269 juta orang di dunia menyalahgunakan narkoba.[1] Melalui Laporan Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba BNN tahun 2019, angka prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia sebesar 1,8 persen.[2] Masih tingginya angka tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pelaksanaan upaya pemberantasan dan pencegahan oleh aparat penegak hukum dan masyarakat. Hingga saat ini, persepsi masyarakat terhadap penyalahguna narkoba masih problematis. Stigmatisasi terhadap penyalahguna narkoba, terutama terhadap pengguna atau pecandu menjadi salah satu penghambat dalam melaksanakan proses reintegrasi penyalah guna ke masyarakat. Selain itu, stigmatisasi pada penyalahguna narkoba menyebabkan efek seperti harga diri rendah, depresi, dan perubahan kepribadian pada orang yang distigmatisasi.[3] Secara hukum, penyalah guna narkotika didefinisikan sebaga orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Namun, dalam beberapa kasus sering sekali penyalah guna dapat disebutkan sebagai korban penyalahgunaan narkotika, yaitu seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika.
Reaksi Formal dalam Menangani Permasalahan Penyalahgunaan Narkoba
Reaksi formal sebagai respon terhadap penyalah guna narkotika dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyebutkan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam memberikan reaksi terhadap permasalahan narkotika, salah satunya yaitu upaya rehabilitasi medis dan sosial. Secara definitif, rehabilitasi medis merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Selanjutnya, rehabilitasi sosial sebagai suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Pihak yang berhak menerima rehabilitasi medis dan sosial sesuai UU tersebut adalah pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.
Proses rehabilitasi medis dan sosial sebagai pemulihan pecandu narkotika dilakukan melalui tahan rehabilitasi medis dan sosial. Tahap rehabilitasi medis disebut juga dengan detoksifikasi melalui proses ini pecandu akan melewati proses pemeriksaaan baik fisik dan mental oleh pihak profesional untuk mendeteksi gejala kecanduan tersebut. Tindakan yang paling penting dalam tahap ini adalah mengurangi gajala putus zat yang diderita oleh pecandu.
Rehabilitasi sebagai Reaksi Formal Berprinsip Humanistis
Upaya rehabilitasi merupakan suatu respon berbasis humanis dibandingkan sistem penghukuman tradisional berbasis inkapasitasi. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa system penghukuman berbasis pemenjaraan gagal dalam mendapatkan fungsi rehabilitasi dan reformasi narapidana, serta minim dalam menerapkan prinsip kemanusiaan.[4] Kondisi tersebut mengindikasikan perlunya suatu alternatif lain dalam merespon fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Berfokus pada rehabilitasi dengan tujuan dan skema yang telah dilakukan menjadi upaya yang lebih efektif dalam merespon permasalahan narkotika. Penyalah guna terhindar dari ketidakadilan, stigmatisasi, dan mendapatkan respon yang tepat terkait dengan masalah yang dihadapinya.
Dalam mengupayakan rehabilitasi utamanya membutuhkan peran kerja sama antara keluarga, masyarakat, dan aparat penegak hukum. Aspek keluarga dan masyarakat memiliki peran penting dalam melakukan pelaporan ketika anggota keluarga atau orang terdekatnya terindikasi sebagai pengguna atau pecandu narkotika. Selain itu, peran keluarga terus berlanjut sepanjang proses rehabilitasi dilaksanakan. Sejatinya, dukungan moral (moral support) yang diberikan oleh keluarga merupakan katalisator yang sangat membantu proses pemulihan pecandu selama proses rehabilitasi.[5] Hal tersebut tentu saja dapat dilaksanakan dengan efektif dan tepat ketika unsur kriminalisasi terhadap pengguna dan pecandu narkotika dapat dihapus. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika perlu ditingkatkan.