“Intervensi gizi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas gizi individu ataupun suatu populasi. Intervensi gizi ada banyak jenisnya, contohnya intervensi gizi untuk stunting atau bencana.”

Ini yang Dimaksud dengan Intervensi Gizi Beserta Contohnya

Jenis intervensi gizi bisa bermacam-macam, tergantung dari penanganannya. Apakah stunting, bencana alam, atau kondisi spesifik lainnya. Informasi selengkapnya mengenai intervensi gizi beserta contohnya bisa dibaca di sini!

Penjelasan Mengenai Intervensi Gizi

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, intervensi nutrisi dirancang untuk meningkatkan kualitas kesehatan individu ataupun suatu populasi. Beberapa tahapan proses untuk mencapai tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penilaian nutrisi

Pada tahap ini, akan dilakukan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan dan mengidentifikasi masalah terkait gizi dan penyebabnya. Langkah ini juga mencakup penilaian ulang untuk membandingkan dan mengevaluasi kembali data dari interaksi sebelumnya ke interaksi berikutnya. Baru kemudian dibandingkan dengan standar yang sebenarnya.

2. Diagnosa nutrisi

Pada tahap diagnosa nutrisi akan dilakukan identifikasi dan pelabelan. Misalnya mencakup asupan karbohidrat yang tidak konsisten, berdasarkan standar nutrisi yang sudah ditetapkan. 

3. Intervensi nutrisi

Setelah penilaian dan diagnosis dilakukan, barulah masuk ke tahap intervensi gizi. Di tahap intervensi gizi akan dilakukan tindakan terencana yang sengaja dirancang untuk mengubah perilaku terkait gizi, faktor risiko, kondisi lingkungan, atau aspek status kesehatan. Ini dilakukan untuk menyelesaikan atau memperbaiki diagnosis gizi atau masalah gizi yang teridentifikasi. 

Intervensi nutrisi dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan individu ataupun populasinya. Intervensi gizi biasanya diarahkan untuk menyelesaikan diagnosis gizi dengan menghilangkan tanda dan gejala masalah atau masalah gizi. 

4. Pemantauan dan evaluasi gizi

Pada tahap pemantauan dan evaluasi gizi, petugas kesehatan ataupun profesional medis akan melakukan pemantauan dan evaluasi berdasarkan indikator yang sudah ditentukan. Seperti apa perubahan yang terjadi setelah dilakukannya intervensi. 

Contoh Intervensi Gizi Spesifik

Bentuk intervensi bisa berubah tergantung pada tujuan dan manfaat kesehatan. Misalnya pada intervensi gizi untuk anak stunting ada beberapa contoh pengaplikasiannya, yaitu:

1. Pemberian makanan tambahan

Pemberian makanan tambahan ini diberikan untuk balita dan ibu hamil. Identifikasi dilakukan dengan mengukur lingkar lengan dan berat badan.

2. Pemberian tablet tambah darah

Remaja putri rentan mengalami anemia, oleh sebab itu diberikan tablet penambah darah. Pemberian tablet tambah darah di usia remaja diharapkan dapat menjadi cara pencegahan anemia di masa depan. Tablet ini juga diberikan kepada ibu hamil dan perempuan usia subur.

3. Promosi dan konseling menyusui

ASI adalah komponen penting dalam tumbuh kembang anak. Untuk mencegah stunting, anak perlu mendapatkan asupan ASI sejak usia 0 – 6 bulan. Informasi ini sangat penting diberikan kepada ibu hamil ataupun calon ibu melalui dampingan edukasi.

4. Pemantauan pertumbuhan

Pemantauan pertumbuhan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi kesehatan ibu dan anak. Misalnya, untuk anak usia 0 – 72 bulan, perlu untuk menjalani penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.

Itulah beberapa contoh intervensi gizi serta penjelasannya. Informasi selengkapnya mengenai gizi anak bisa didapatkan dengan download aplikasi Halodoc. Lewat Halodoc, ibu ataupun ayah juga bisa mendapatkan obat ataupun vitamin dan konsultasi dengan dokter tanpa harus keluar rumah. 

 
Referensi:
Academic of Nutrition and Dietetics. Diakses pada 2023. Nutrition Care Process.
Cegah stunting.id. Diakses pada 2023. Intervensi Spesifik.
Kompas.com. Diakses pada 2023. 2 Intervensi Gizi Bantu Percepatan Penurunan Stunting dengan Target 14 Persen 2024
Kemkes.go.id. Diakses pada 2023. Intervensi Gizi Bencana, Apa dan Mengapa.

Sumber

Apa Itu Asma?

Asma adalah salah satu masalah paru-paru yang membuat pengidapnya kesulitan bernapas akibat peradangan dan penyempitan pada saluran pernapasan.

Tak hanya kesulitan bernapas, asma juga menyebabkan gejala lain seperti mengi, batuk-batuk, dan nyeri dada. 

Saluran pernapasan pada pengidap asma lebih sensitif dibandingkan dengan orang lain tanpa asma.

Ketika paru-paru teriritasi akibat zat pemicu (asap rokok, debu, bulu binatang, dll.) maka otot-otot saluran pernapasan pada pengidapnya menjadi kaku dan menyempit.

Gejala Asma

Seseorang yang mengidap asma bisa mengalami beragam gejala, seperti:

  • Sesak dada;
  • Batuk, terutama pada malam atau dini hari;
  • Sesak napas;
  • Mengi, yang menyebabkan suara siulan saat mengeluarkan napas.

Pola gejala pada setiap pengidap asma pun bisa berbeda. Meski begitu, pola gejala yang paling umum yaitu:

  • Datang dan pergi seiring waktu atau dalam hari yang sama;
  • Mulai atau memburuk dengan infeksi virus, seperti pilek;
  • Dipicu oleh olahraga, alergi, udara dingin, atau hiperventilasi karena tertawa atau menangis;
  • Lebih buruk di malam hari atau di pagi hari.

Faktor Risiko Asma

Bakteri yang berasal dari debu sering menjadi pemicu utama penyakit asma.

Bakteri tersebut bernama endotoxin yang umumnya berada pada perkakas rumah, terutama di kamar tidur yang menimbulkan gejala asma.

Faktor risiko lain yang dapat memicu penyakit asma, antara lain:

  • Rokok.
  • Bulu binatang.
  • Udara dingin.
  • Infeksi virus.
  • Paparan zat kimia.
  • Aktivitas fisik.
  • Infeksi paru-paru dan saluran napas bagian atas.
  • Pekerjaan tertentu seperti tukang las, kayu, atau pekerja pabrik tekstil;
  • Emosi yang berlebihan (tertawa terbahak-bahak atau kesedihan yang berlarut-larut).
  • Alergi makanan, seperti kacang-kacangan.

Penyebab Asma

Asma adalah jenis penyakit yang dapat menimpa segala usia.

Kondisi ini paling sering disebabkan oleh debu, asap rokok, bulu binatang, udara dingin, aktivitas fisik, infeksi virus sampai paparan zat kimia.

Namun, hingga kini penyebab utama asma belum diketahui secara pasti. Kendati demikian, pengidap asma terbukti memiliki saluran pernapasan yang lebih sensitif. 

Ketika paru-paru terkena iritasi, maka otot saluran pernapasan jadi kaku dan menyempit. Kemudian, produksi dahak meningkat, sehingga membuat pengidapnya kesulitan bernapas.

Pada anak-anak, gejala asma akan menghilang dengan sendirinya saat memasuki usia remaja.

Namun, anak-anak yang memiliki gejala asma cukup berat, kondisinya bisa bertahan atau muncul kembali di masa mendatang.

Diagnosis Asma

Di tahap awal, dokter akan melakukan wawancara medis (anamnesis) dan pemeriksaan fisik terlebih dahulu.

Perlu kamu ketahui bahwa diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada, dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. 

Untuk membantu menegakkan diagnosis asma, dokter mungkin perlu melakukan beberapa pemeriksaan penunjang.

Contohnya faal paru dengan alat spirometer. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai: 

  • Obstruksi jalan napas;
  • Reversibiliti kelainan faal paru;
  • Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas.

Ada pula beberapa tes lainnya untuk membantu dokter untuk mendiagnosis asma, yaitu:

  • Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter;
  • Uji reversibilitas (dengan bronkodilator);
  • Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas bronkus;
  • Uji alergi untuk menilai ada atau tidaknya alergi;
  • Foto torak, untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

Komplikasi Asma

Penyakit asma yang dibiarkan tanpa penanganan bisa memicu berbagai komplikasi, seperti:

  • Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi);
  • Menurunnya performa di sekolah atau pekerjaan;
  • Tubuh sering terasa lelah;
  • Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak;
  • Status asmatikus, yaitu kondisi asma yang parah dan tidak dapat merespon dengan terapi normal;
  • Pneumonia;
  • Gagal pernapasan;
  • Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru;
  • Kematian.

Pengobatan Asma

Ada dua hal yang perlu dilakukan dalam pengobatan asma, yakni meredakan gejala dan mencegah gejala kambuh.

Oleh karena itu, pengidap asma perlu disiplin menjalani pengobatan dengan dokter agar asma tetap terkendali.

Di samping melakukan pengobatan, pengidap asma juga harus menghindari dari hal-hal yang memicu kekambuhan. 

Biasanya, dokter merekomendasikan inhaler sebagai pengobatan saat gejala asma muncul.

Namun, penggunaan inhaler juga berpotensi menyebabkan efek samping bagi pengguna.

Apabila terjadi serangan asma dengan gejala yang semakin parah, meskipun sudah melakukan penanganan dengan inhaler maupun obat, maka perlu tindakan medis di rumah sakit.

Pasalnya, asma juga dapat membahayakan nyawa pengidapnya

Pencegahan Asma

Masalah paru yang satu ini adalah jenis penyakit yang dapat dikendalikan dengan mengatur pola hidup sehat.

Selain itu, sebaiknya perhatikan beberapa hal berikut:

  • Mengenali dan menghindari pemicu asma;
  • Mengikuti anjuran rencana penanganan asma dari dokter;
  • Melakukan langkah pengobatan yang tepat dengan mengenali penyebab serangan asma;
  • Menggunakan obat-obatan asma yang telah dianjurkan oleh dokter secara teratur;
  • Memonitor kondisi saluran napas.

Perlu diperhatikan, penggunaan inhaler justru berisiko meningkatkan reaksi asma.

Oleh karena itu, penting untuk mendiskusikannya dengan dokter, supaya rencana penanganan asma disesuaikan dengan kebutuhan.

Vaksinasi flu dan pneumonia juga disarankan untuk pengidap asma untuk mencegah komplikasi berbahaya yang berkaitan dengan pernapasan.

 

Referensi
National Health Service – UK. Diakses pada 2024. Health A-Z. Asthma
NIH. National Heart, Lung, and Blood Institute. Diakses pada 2024. Asthma. 
Mayo Clinic. Diakses pada 2024. Diseases and Conditions. Asthma.
WebMD. Diakses pada 2024. Toxins in Dust Raise Risk of Asthma 
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Diakses pada 2021. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Diakses pada 2021

Sumber

Apa Itu Obesitas?

Obesitas adalah kondisi yang menggambarkan seseorang memiliki badan berlebih, kegemukan dan mengandung banyak lemak pada tubuhnya. Terdapat bermacam cara untuk melakukan klasifikasi terhadap kegemukan, tetapi metode yang paling banyak digunakan adalah menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Metode ini dilakukan dengan mengukur perbandingan antara berat badan (kilogram) dan tinggi badan (meter) kuadrat.

Bukan sekadar masalah citra tubuh, obesitas adalah masalah medis yang meningkatkan risiko berbagai penyakit seperti jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, dan kanker. Ada banyak alasan mengapa banyak orang yang kesulitan menurunkan berat badan. Sebab, obesitas umumnya hasil dari faktor keturunan, fisiologis dan lingkungan.

Kabar baiknya, penurunan berat badan sekecil apapun mampu memperbaiki atau mencegah masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Diet sehat, peningkatan aktivitas fisik, dan perubahan perilaku dapat membantu seseorang menurunkan berat badan.

Penyebab Obesitas

Obesitas terjadi ketika kadar kalori masuk lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal tersebut menyebabkan energi menjadi berlebihan, sehingga diubah menjadi cadangan dalam bentuk lemak. Selain itu, pengaruh genetik, perilaku dan hormonal pada berat badan juga menjadi salah satu penyebab obesitas.

Kondisi ini juga dapat berhubungan penyebab medis, seperti sindrom Prader-Willi, sindrom Cushing, penyakit dan kondisi lainnya. Meski begitu, gangguan ini amat jarang terjadi. Secara umum, penyebab utama obesitas adalah jarang beraktivitas serta pola makan dan kebiasaan makan yang tidak sehat.

Faktor Risiko Obesitas

Sejumlah faktor risiko yang menyebabkan seseorang terkena obesitas adalah genetik, gaya hidup, tidak aktif, diet tidak sehat, masalah medis tertentu. Berikut sejumlah faktor risiko lainnya:

  • Tinggal di lingkungan dengan keterbatasan makanan sehat.
  • Depresi terkadang dapat menyebabkan kenaikan berat badan karena beberapa orang mungkin beralih ke makanan untuk melampiaskan emosional. 
  • Berhenti merokok ternyata juga dapat menyebabkan penambahan berat badan. 
  • Obat-obatan, seperti steroid atau pil KB, juga dapat meningkatkan risiko kenaikan berat badan.

Gejala Obesitas

Umumnya obesitas tahap awal tidak memiliki gejala yang berdampak pada tubuh. Pengidap tidak menyadari bahwa berat badannya terus meningkat serta pakaian lama menjadi kekecilan. Pengidap umumnya baru akan menyadari gejala tersebut setelah kerabat atau lingkungan sekitarnya mengingatkan dan memberi tahu. Diagnosis obesitas terjadi ketika indeks massa tubuh (BMI) adalah 30 atau lebih tinggi.

Indeks massa tubuh dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Bagi kebanyakan orang, BMI memberikan perkiraan lemak tubuh yang masuk akal. Sayangnya, BMI tidak secara langsung mengukur kadar lemak dalam tubuh, sehingga beberapa orang, seperti atlet, memiliki BMI dalam kategori obesitas meskipun mereka tidak memiliki kelebihan lemak tubuh.

Diagnosis Obesitas

Anamnesis akan ditanyakan mengenai riwayat berat badan sebelumnya, upaya penurunan berat badan, kebiasaan olahraga, pola makan, kondisi lain apa yang miliki, obat-obatan, tingkat stres, dan masalah lain tentang kesehatan.

Riwayat kesehatan keluarga juga ditinjau untuk melihat adanya faktor resiko. Pemeriksaan fisik umum termasuk mengukur tinggi badan, memeriksa tanda-tanda vital, seperti denyut jantung, tekanan darah dan suhu, mendengarkan hati dan paru-paru, dan memeriksa abdomen.

Hal ini harus dilakukan paling tidak setahun sekali. Setelahnya, untuk menentukan tingkat obesitas, maka berat badan dan tinggi badan diukur guna memeriksa indeks massa tubuh (BMI). Pengukuran tersebut harus dilakukan minimal setahun sekali.

BMI juga membantu menentukan risiko kesehatan keseluruhan dan perawatan apa yang mungkin sesuai. Selanjutnya, mengukur lingkar pinggang atau lemak visceral. Kemudian, memeriksa masalah kesehatan lainnya, seperti tekanan darah tinggi dan diabetes. 

Tes darah penting dilakukan untuk melihat faktor risiko dan gejala yang dapat dialami. Tes tersebut meliputi kolesterol, fungsi hati, glukosa puasa, tiroid dan lain-lain. Mungkin juga direkomendasikan tes jantung tertentu, seperti elektrokardiogram.

Pengobatan Obesitas

Memiliki pola makan sehat, diet rendah kalori, dan olahraga secara teratur adalah cara terbaik untuk mengobati obesitas. Lakukan diet berisi makanan seimbang, mengontrol kalori, dan juga melakukan aktivitas fisik untuk meningkatkan pembakaran energi dan cadangan energi. Berikut perawatan untuk menangani obesitas:

  • Memotong kalori. Kunci untuk menurunkan berat badan adalah mengurangi  kalori yang dikonsumsi. Normalnya, wanita butuh 1.200 hingga 1.500 kalori dan pria butuh 1.500 hingga 1.800 kalori.
  • Latihan dan aktivitas. Orang dengan obesitas perlu melakukan setidaknya 150 menit seminggu aktivitas fisik intensitas sedang untuk mencegah penambahan berat badan lebih lanjut.
  • Gastroplasti lengan endoskopi. Prosedur ini melibatkan penempatan jahitan di perut untuk mengurangi jumlah makanan dan cairan yang bisa ditampung perut pada satu waktu. Seiring waktu, makan dan minum lebih sedikit membantu orang biasa menurunkan berat badan.
  • Balon intragastrik. Dalam prosedur ini, dokter menempatkan balon kecil ke dalam perut. Balon kemudian diisi dengan air untuk mengurangi jumlah ruang di perut, sehingga kamu akan merasa kenyang dengan makan lebih sedikit.
  • Banding lambung yang bisa disesuaikan. Selama prosedur ini, pita tiup memisahkan perut menjadi dua kantong. Dokter bedah menarik pita dengan kencang, seperti ikat pinggang, untuk membuat saluran kecil di antara kedua kantong. Pita menahan pembukaan agar tidak melebar dan umumnya dirancang untuk tetap di tempatnya secara permanen.
  • Operasi bypass lambung. Melalui prosedur ini, ahli bedah perlu membuat kantong kecil di bagian atas perut. Usus halus kemudian dipotong agak jauh di bawah lambung utama dan dihubungkan dengan kantong baru. Makanan dan cairan mengalir langsung dari kantong ke bagian usus ini, melewati sebagian besar lambung.
  • Konseling. Terapis dapat membantu kamu dalam memahami mengapa kamu bisa makan berlebihan dan mempelajari cara-cara sehat untuk mengatasi kecemasan. Kamu juga dapat mempelajari cara memantau diet dan aktivitas, memahami pemicu makan, dan mengatasi mengidam makanan.

Komplikasi Obesitas

Orang dengan obesitas lebih berisiko mengembangkan sejumlah masalah kesehatan yang berpotensi serius, termasuk:

  • Penyakit jantung dan stroke. Obesitas cenderung memiliki tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol abnormal, yang merupakan faktor risiko penyakit jantung dan stroke.
  • Diabetes tipe 2. Kondisi ini dapat mempengaruhi cara tubuh menggunakan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Hal ini meningkatkan risiko resistensi insulin dan diabetes.
  • Kanker tertentu. Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker rahim, leher rahim, endometrium, ovarium, payudara, usus besar, rektum, kerongkongan, hati, kandung empedu, pankreas, ginjal dan prostat.
  • Masalah pencernaan. Pengidap obesitas lebih berisiko mengalami mulas, penyakit kandung empedu dan masalah hati.
  • Sleep apnea. Orang dengan obesitas rentan mengalami sleep apnea, gangguan yang berpotensi serius di mana pernapasan berulang kali berhenti dan dimulai saat tidur.
  • Osteoartritis. Obesitas meningkatkan tekanan pada sendi yang menahan beban, selain meningkatkan peradangan di dalam tubuh. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan komplikasi seperti osteoarthritis.
  • Gejala COVID-19 yang parah. Obesitas meningkatkan risiko mengembangkan gejala parah saat pengidapnya terinfeksi coronavirus (COVID-19). 

Pencegahan Obesitas

Langkah-langkah untuk mencegah kenaikan berat badan, yaitu dengan olahraga harian, diet sehat, dan komitmen jangka panjang untuk mengawasi apa yang dimakan dan minum.

Berolahraga secara teratur berupa aktivitas intensitas sedang selama 150 hingga 300 menit seminggu untuk mencegah penambahan berat badan. Kegiatan fisik yang cukup intens termasuk berjalan cepat dan berenang. Ikuti rencana makan sehat, dengan fokus pada makanan rendah kalori, makanan padat nutrisi, seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian. Hindari lemak jenuh dan batasi permen dan alkohol. Makan tiga kali sehari dengan camilan terbatas.

Awasi dan pelajari makanan sehari-hari dan selalu berat badan secara teratur dan konsisten. Proses menurunkan berat badan tidak mudah dan singkat, serta penerapan pola hidup sehat juga tidak boleh dijadikan sementara. Hal yang terpenting adalah memiliki pola pikir bahwa gaya hidup sehat harus dilakukan terus-menerus, bila berat badan menurun itu adalah bonus dari tubuh yang sehat.

Referensi:
National Health Services. Diakses pada 2022. Obesity.
Mayo Clinic. Diakses pada 2022. Obesity.
Healthline. Diakses pada 2022. Obesity.
Sumber