“Keluhan pengidap enterobiasis meliputi gatal pada area dubur, susah tidur, dan gatal pada area vagina dan keputihan bagi wanita. Namun, kabar baiknya ada cara untuk mencegah infeksi tersebut.”

 

https://d1vbn70lmn1nqe.cloudfront.net/prod/wp-content/uploads/2022/07/22084644/6-Masalah-Kesehatan-Akibat-Cacing-Kremi.jpg.webp

Enterobiasis atau infeksi cacing kremi adalah penyakit yang umum ditemukan pada anak. Penyebab munculnya lantaran anak kerap memasukan jarinya ke dalam mulut. 

Penyakit ini masuk kategori menular dan bersifat parasit karena mereka menelan atau menghirup telur kecil cacing kremi. 

Pengidap enterobiasis kerap mengalami beberapa keluhan. Kira-kira apa saja keluhan yang mereka alami? Yuk, simak ulasan di bawah ini!

 

Keluhan Pengidap Enterobiasis

Keluhan pengidap enterobiasis beragam. Berikut beberapa contohnya.

 

1. Gatal pada Bagian Dubur

Salah satu keluhan pengidap enterobiasis adalah gata di bagian dubur. Kondisi ini terjadi karena cacing kremi bertelur di sekitar anus yang menyebabkan gatal dan iritasi.

Untuk mengatasinya, kamu dapat mencuci area tersebut dengan air hangat dan menggunakan sabun. Selain itu menghindari untuk menggaruk area yang terdampak adalah salah satu cara lainnya.

2. Susah Tidur

Pengidap enterobiasis biasanya memiliki masalah pada tidur. Dampaknya, mereka kerap susah konsentrasi, kelelahan, dan menurunnya berat badan.

Gatal kian menjadi parah lantaran cacing kremi bekerja saat pengidap beristirahat pada malam hari.

Cacing akan meninggalkan usus melalui anus dan menyimpan telurnya di kulit sekitarnya.

Selain cacing kremi, ada beberapa jenis cacing yang juga berbahaya bagi manusia.

3. Gatal pada Bagian Vagina

Bagi perempuan yang mengidap infeksi cacing kremi, keluhan yang dialami meliputi keputihan dan gatal pada bagian vagina. Kondisi ini bisa kian menjadi parah bila tidak tertangani segera.

 

Cara Mencegah Enterobiasis

Anak-anak rentan terkena penyakit salah satunya enterobiasis. Ada baiknya jika mengambil langkah untuk mencegah sebelum anak terpapar, berikut caranya.

  • Cuci tangan; Lakukan aktivitas ini setelah menggunakan kamar mandi, mengganti popok, sebelum menyiapkan makanan atau menyentuh mulut atau hidung, dan setelah memegang hewan peliharaan seperti anjing atau kucing. Ketahui cara mencuci tangan yang benar via artikel ini “Penting untuk Kesehatan, Inilah Cara Mencuci Tangan yang Benar
  • Jaga permukaan tetap bersih; bereskan mainan, toilet, peralatan, peralatan makan dan permukaan lainnya dengan sabun dan air mengalir untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi.
  • Mandi secara rutin; bertujuan agar beberapa telur cacing kremi dari kulit menjadi mati. Mandi dengan guyuran air merupakan cara yang lebih efektif ketimbang mandi berendam. Sebab, berendam memungkinkan air akan terkontaminasi dengan telur cacing kremi.
  • Menggunting kuku; untuk menghindari menularkan telur, pastikan kuku tetap bersih dan pendek.
  • Hindari menyentuh area anal; pastikan anak tidak menyentuh atau menggaruk area yang terinfeksi.
  • Seringlah mencuci seprai, handuk dan pakaian dalam; cucilah benda-benda ini setiap hari sampai perawatan selesai. Berhati-hatilah untuk tidak mengeluarkan cucian sebelum dicuci karena telur dapat bertebaran dan menyebabkan infeksi.

Itu tadi adalah mayoritas keluhan pengidap enterobiasis atau infeksi cacing kremi. Terdapat pengobatan untuk mengatasi cacing kremi.

 

 

 

 

 

 

Referensi
Cleveland Clinic. Diakses Pada 2023. Pinworms.
NORD. Diakses Pada 2023. Enterobiasis.
WebMD. Diakses Pada 2023. Pinworm Infestation.
Betterhealth. Diakses Pada 2023. Pinworms.

 

 

 

 

 

 

 

 

Sebagian besar orang tua masih kesulitan untuk membedakan anak autis dengan anak-anak pada umumnya. Padahal, tanda-tanda autisme sudah bisa diidentifikasi sedini mungkin."

Ibu, Kenali Ciri-Ciri Autisme Pada Anak Sedini Mungkin

https://d1vbn70lmn1nqe.cloudfront.net/prod/wp-content/uploads/2022/03/14042525/kenali-ciri-ciri-autisme-pada-anak-sedini-mungkin-halodoc.jpg.webp

 

Autisme atau gangguan spektrum autisme (ASD) adalah masalah perkembangan anak. Masalah ini  memengaruhi cara belajar, berperilaku dan cara berkomunikasi serta berinteraksi pengidap.  

Ini adalah kondisi seumur hidup yang tidak dapat disembuhkan. Gejala dan ciri-ciri autisme dapat muncul pertama kali pada masa kanak-kanak. Di bawah ini kondisi yang penting untuk orang tua perhatikan.

 

Ciri-Ciri Autisme pada Anak

Umumnya, tanda-tanda awal autisme terdeteksi melalui tonggak perkembangan sesuai usia. Misalnya, mengoceh pada usia empat bulan dan dapat menggunakan kalimat sederhana pada usia dua tahun. 

Apabila seorang anak tidak mencapai tonggak tersebut atau tidak mengembangkan keterampilan sama sekali, hal ini dapat mengindikasikan autisme. Berikut ini ciri-ciri autisme lainnya:

1. Masalah keterampilan sosial

Ciri-ciri anak autis yang mudah ibu kenali adalah mereka terlihat asyik dengan dunianya sendiri. Selain itu, mereka juga sulit untuk terhubung dengan orang-orang di sekitarnya. 

Mereka juga kesulitan dalam melakukan kontak mata serta sulit memahami emosi seperti rasa sakit, sedih, atau perasaan orang lain. Masalah ini muncul saat anak menginjak usia 8-10 bulan. Cirinya dapat berupa:

  • Tidak menanggapi nama saat dipanggil
  • Tidak tertarik untuk bermain, berbagi, atau berbicara dengan orang lain
  • Lebih suka menyendiri.
  • Menghindari atau menolak kontak fisik, termasuk berpelukan.
  • Menghindari kontak mata.
  • Saat marah, anak tidak suka dihibur.
  • Tidak memahami emosi mereka sendiri atau orang lain.
  • Tidak merentangkan tangan untuk digendong atau dipandu dengan berjalan.

2. Masalah komunikasi

Sekitar 40 persen anak yang mengalami autisme tidak berbicara sama sekali. Sementara itu 25-30 persen lainnya mengembangkan beberapa keterampilan bahasa selama masa bayi, kemudian hilang. 

Anak ini biasanya memiliki kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Termasuk dalam memahami pembicaraan, membaca, dan juga menulis. Selain itu, ini ciri lainnya: 

  • Kesulitan dalam memulai percakapan, memahami perkataan dan mengikuti petunjuk.
  • Keterlambatan berbicara dan keterampilan bahasa.
  • Mengeluarkan suara datar, suara robot, atau suara nyanyian.
  • Echolalia atau suka mengulang kalimat yang sama berulang-ulang.
  • Masalah dengan kata ganti, misalnya, mengatakan “kamu” alih-alih “aku”.
  • Tidak menggunakan atau jarang menggunakan gerakan umum (menunjuk atau melambaikan tangan) dan tidak menanggapinya.
  • Ketidakmampuan untuk fokus pada satu topik saat berbicara atau menjawab pertanyaan.
  • Tidak mengenali sarkasme atau bercanda.
  • Kesulitan mengekspresikan kebutuhan dan emosi.
  • Tidak mendapatkan sinyal dari bahasa tubuh, nada suara, dan ekspresi.

3. Masalah perilaku

Anak yang memiliki autisme juga bertindak dengan cara yang tidak biasa atau memiliki minat yang tidak biasa, seperti:

  • Perilaku berulang seperti mengepakkan tangan, mengayun, melompat, atau memutar-mutar.
  • Gerakan konstan (berlari) dan perilaku “hyper” atau berlebihan.
  • Rutinitas atau ritual tertentu dan menjadi kesal ketika rutinitas diubah.
  • Sangat sensitif terhadap sentuhan, cahaya, dan suara
  • Tidak mampu meniru perilaku orang lain
  • Kurangnya koordinasi atau canggung.
  • Impulsif atau bertindak tanpa berpikir.
  • Perilaku agresif, baik dengan diri sendiri maupun orang lain.
  • Rentang perhatian yang pendek.

 

Cara Membedakan Anak Autis dengan Anak yang Normal

Melansir dari Healthy Children, berikut adalah beberapa contoh yang dapat membantu orang tua dalam membedakan antara perilaku normal yang sesuai dengan usia dan tanda-tanda awal autisme:

1. Pada usia 12 bulan

Anak yang sudah mencapai usia 12 bulan umumnya akan menoleh ketika dipanggil. Namun, pada anak yang mengalami autis, mereka tidak menoleh, bahkan setelah namanya diulang beberapa kali.

2. Pada usia 18 bulan

Anak yang mengalami keterlambatan bicara biasanya akan menunjuk, memberi isyarat, atau menggunakan ekspresi wajah untuk menyampaikan maksudnya. Sementara pada anak autis, mereka tidak memberikan isyarat apa pun.

3. Pada usia 24 bulan

Di usia ini, anak sudah mampu menunjukan gambar atau menunjukan hal-hal menyenangkan pada orang tua. Sedangkan pada anak autis, mereka tidak menunjukkan kegembiraan ketika bermain bersama. 

Anak autis juga bisa menjalani sekolah layaknya anak normal, tapi dengan fasilitas khusus.

 

Waspada Red Flags Autisme pada Anak

Selain ciri-ciri di atas, ada juga gejala yang perlu mendapatkan perhatian khusus atau red flags. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), berikut tandanya:

  • 6-12 bulan. Anak tidak menengok saat namanya dipanggil.
  • 12 bulan. Anak tidak bisa menunjuk, mengoceh, dan menunjukkan ekspresi wajah sedih atau bahagia.
  • 16 bulan. Anak belum bisa mengucapkan sepatah dua patah kata.
  • 24 bulan. Anak belum dapat membuat kalimat yang terdiri dari 2 kata atau lebih.

Selain beberapa tanda bahaya di atas, anak juga mengalami kehilangan kemampuan berbahasa dan bersosial. Masalah ini dapat terjadi di rentang usia berapa pun.

Jika tanda bahaya di atas terjadi, orang tua perlu memeriksakan Si Kecil ke dokter spesialis anak guna melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dokter akan melakukan intervensi dini guna menekan keparahan gejalanya.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autisme pada anak, ibu bisa memantau perkembangan anak sekaligus melakukan pemeriksaan rutin. Ibu dapat memulainya saat Si Kecil berusia 9 bulan.

Pemeriksaan lanjut saat usianya menginjak 18 bulan dan 30 bulan. Namun, periksakan segera pada usia 18 bulan, 24 bulan, atau usia berapapun saat menemukan tanda bahaya yang di atas.

 

Apa Penyebab Gangguan Spektrum Autisme?

Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab dari autisme. Namun, penelitian telah menemukan beberapa faktor, seperti faktor genetika (keturunan) dari orang tua. 

Selain itu, masalah ini bisa terjadi karena faktor lingkungan yang mungkin berperan sebagai penyebab autis. Faktor risiko lainnya, yaitu:

  • Hamil di usia tua.
  • Bayi dengan berat badan lahir rendah.
  • Ketidakseimbangan metabolisme.
  • Paparan logam berat dan racun lingkungan.
  • Riwayat ibu dengan infeksi virus.
  • Paparan obat asam valproat atau thalidomide.

Ada juga yang menganggap autis berhubungan dengan vaksin campak-gondok-campak Jerman (MMR). Namun, penelitian menjelaskan jika tidak ada hubungan antara autis dengan vaksin MMR.

Savant syndrome jadi salah satu jenis autis pada anak. Namun, mereka memiliki tingkat intelegensi yang tinggi.

 

 

 

 

 

 

Referensi:
WebMD. Diakses pada 2023. What Are Causes and Symptoms of Autism?
Ada’s Medical Knowledge Team. Diakses pada 2023. Signs of Autism.
National Health Services. Diakses pada 2023. Signs of autism in children.
Healthy Children. Diakses pada 2023. What are the Early Signs of Autism?
National Autism Association. Diakses pada 2023. Signs of Autism.
IDAI. Diakses pada 2023. Autisme: Adakah harapan?

 

 

 

"Demam berdarah memiliki tiga fase, yaitu fase awal, fase kritis dan fase pemulihan. Ketiga fase ini menimbulkan gejala DBD yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang berbeda pula."

 

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak-anak. Gejala DBD biasanya baru muncul beberapa hari setelah gigitan nyamuk dan tanda awalnya adalah demam tinggi.  

Namun, gejala tersebut bisa bervariasi tergantung fase atau tahap demam berdarah. Penting bagi ibu untuk mengetahui fase demam berdarah pada anak agar bisa menanganinya dengan tepat.

 

Proses Terjadinya Demam Berdarah (DBD)

Demam berdarah terjadi akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina.

Nyamuk tersebut bisa terinfeksi virus dengue bila sebelumnya mengisap darah manusia yang sedang mengalami viremia (kondisi ketika virus memasuki aliran darah).

Virus dengue yang sudah masuk ke dalam tubuh nyamuk tidak langsung aktif, melainkan mendekam dulu selama 12 hari. Proses ini bernama masa inkubasi.

Setelah masa inkubasi selesai, barulah virus aktif. Lalu, penularan DBD dari nyamuk ke manusia bisa terjadi ketika nyamuk pembawa virus tersebut menggigit manusia. 

Virus akan masuk ke dalam darah manusia dan menginfeksi sel-sel yang sehat. Ketika tubuh mendeteksi adanya virus, sistem imun akan bereaksi dengan menghasilkan antibodi khusus yang bekerja sama dengan sel darah putih untuk melawannya.

Nah, semua proses tersebut terjadi selama masa inkubasi demam berdarah pada tubuh manusia, yang kemudian berakhir dengan munculnya berbagai gejala DBD. 

Gejala penyakit tersebut biasanya muncul sekitar 4-15 hari masa inkubasi atau setelah gigitan nyamuk pembawa virus DBD.

 

Fase Demam Berdarah pada Anak

Ada tiga fase demam berdarah, mulai dari gejala yang muncul pertama kali sampai tahap pemulihan. Ketiganya perlu penanganan yang berbeda-beda.

Oleh sebab itu, kenali ketiga fase demam berdarah berikut ini:

1. Fase pertama (Febrile Phase)

Pada fase demam berdarah awal, gejala DBD biasanya diawali dengan demam tinggi sampai mencapai 40 derajat Celcius. Demam ini bisa berlangsung dua sampai tujuh hari.

Selain itu, anak juga merasakan nyeri di sekujur tubuh, mulai dari otot, tulang, sendi, tenggorokan hingga kepala. 

Ciri khas lainnya dari fase demam berdarah ini yaitu kemunculan bintik-bintik merah. Hal ini bisa menandai penurunan trombosit secara signifikan sampai kurang dari 100 ribu per mikroliter darah. 

Turunnya kadar trombosit bisa terjadi dalam waktu singkat, hanya dua sampai tiga hari. Semakin banyak bintik yang keluar, artinya trombosit semakin menurun. 

Pasalnya, infeksi virus dengue mampu merusak titik-titik pembuluh kapiler dalam tubuh.

2. Fase kedua (Critical Phase)

Fase demam berdarah kedua ini terkenal juga sebagai fase kritis, sehingga orang tua wajib waspada. 

Kendati demam sudah mulai menurun dan anak tampak pulih, pendarahan masih terus terjadi di dalam tubuh. Alhasil, detak jantung dan tekanan darah  berfluktuasi. 

Dalam kasus parah, tekanan darah bisa turun ke tingkat yang sangat rendah sampai merusak organ vital, seperti ginjal dan hati. Kondisi ini tentu saja mengancam nyawa jika tidak segera mendapatkan penanganan. 

Fase demam berdarah ini bisa terjadi tiga sampai tujuh hari setelah anak mengalami demam. Kemudian, kondisi ini berlangsung selama 24 hingga 48 jam. 

Tanda anak telah memasuki fase kritis, yaitu:

  • Sakit perut
  • Muntah terus-menerus
  • Pendarahan dari hidung atau gusi
  • Mudah memar
  • Feses berwarna hitam dan lengket 
  • Kesulitan bernafas

3. Fase ketiga (Recovery Phase

Setelah berhasil melalui masa kritis, anak akan memasuki fase demam berdarah yang ketiga, yaitu masa pemulihan alias recovery. Tahapan ini terjadi dalam 48 hingga 72 jam setelah fase kritis.

Memasuki masa pemulihan, cairan yang tadinya keluar dari pembuluh darah akan masuk kembali ke pembuluh darah. 

 

Pertolongan Pertama Gejala DBD

Jangan panik, lakukan pertolongan pertama berikut ini ketika anak mengalami gejala DBD:

  • Penuhi kebutuhan cairan anak, yaitu dua sampai tiga liter per hari untuk mencegah dehidrasi. Kondisi tersebut bisa memperburuk gejala bahkan mengancam nyawa. Ibu bisa memberikan ASI pada bayi, air putih, susu, jus dan larutan oralit.  
  • Jangan berikan minuman bersoda dan minuman tinggi gula. Soda justru bisa menarik cairan keluar dari tubuh.
  • Beri anak makan banyak buah-buahan, terutama jambu biji merah. Selain bisa meningkatkan trombosit secara tidak langsung, jamu biji merah bisa membantu mencegah dehidrasi. 
  • Selain jambu biji, Ini 6 Makanan untuk Membantu Penyembuhan Demam Berdarah yang bisa ibu berikan pada anak.
  • Istirahat total. Anak pasti akan merasa lemah saat gejala DBD terjadi. Selain itu, beristirahat yang cukup bisa membantu pemulihan tubuh anak.
  • Kompres tubuh pada bagian ketiak, kepala, dan selangkangan. Bagian-bagian ini terdapat pembuluh darah besar. Mengompres bagian tersebut bisa mentransfer suhu panas ke handuk kompres.
  • Minum obat penurun panas saat demam.
  • Segera temui dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Itulah fase demam berdarah pada anak yang perlu orangtua waspadai.