“Mainan anak yang tepat bermanfaat untuk membantu anak berkembang secara emosional, sosial, mental, moral, juga intelektual. Cara memilihnya adalah yang sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya, serta yang aman.”

 

5 Cara Memilih Mainan Anak untuk Tumbuh Kembang Optimal

Bermain merupakan salah satu bagian penting dari kehidupan anak-anak. Nyatanya, mainan anak tidak hanya sekadar hiburan yang menyenangkan bagi Si Kecil, tetapi juga berperan penting dalam proses belajar dan tumbuh kembangnya. 

Jadi, cara agar tumbuh kembang anak bisa optimal adalah dengan memberikan stimulasi yang  tepat. Hal ini termasuk memberikan mainan anak yang dapat mendukung perkembangannya. 

 

Cara Memilih Mainan Anak

Kemampuan Si Kecil akan berkembang pesat selama periode emas (golden age period), yakni ketika usianya masih berada di bawah lima tahun. Golden age period adalah proses perkembangan otak pada anak yang mencapai 80 persen dan hanya terjadi sekali seumur hidup. 

Menurut Journal of Infant Behaviour and Development berjudul The influence of the number of toys in the environment on toddlers’ play, pemilihan jenis mainan dapat memengaruhi kreativitas anak. 

Mainan yang mendukung tumbuh kembang anak dapat membantu anak berkembang secara emosional, sosial, mental, moral, juga intelektual. Pastinya, tidak sembarang mainan, bisa diberikan untuk  Si Kecil.

Lantas, bagaimana cara memilih mainan anak untuk tumbuh kembang optimalnya? Ini kuncinya:

1.  Sesuaikan dengan usia anak

Sebelum membeli mainan untuk anak, orang tua perlu melihat pada kemasan mainan apakah sesuai dengan usia anak atau tidak. Biasanya, pada label mainan sudah ada keterangan anak usia berapa yang bisa memainkannya. 

Apabila ibu memiliki anak-anak dengan rentang usia yang cukup jauh, maka perhatikan ketika si bungsu yang usianya paling kecil bermain dengan kakak. Jangan sampai, mainan kakak berada pada jangkauan anak yang usianya tidak sesuai, ya.

2.  Perhatikan ukuran

Anak-anak di bawah usia tiga tahun masih rentan memasukkan benda asing ke dalam mulutnya. Jadi, mainan yang ukurannya kecil bisa berbahaya untuknya apabila tertelan.

Ada baiknya untuk anak usia di bawah 3 tahun, orang tua memilihkan jenis mainan yang lebih besar atau setidaknya aman dan tidak akan mungkin tertelan.

3.  Waspada pada bentuk mainan

Tidak semua mainan aman untuk Si Kecil. Sebab, kalau bentuknya lancip atau bersisi tajam, ada kemungkinan bisa melukai anak. Itulah mengapa orang tua perlu memerhatikan bentuk mainan anak.

Selain itu, hindari juga jenis yang memiliki tali, benang, atau pita yang panjangnya lebih dari 30 sentimeter. Apabila orang tua tidak waspada, mainan seperti ini sangat mungkin terlilit pada tubuh Si Kecil.

4.  Mainan yang dapat dicuci

Alangkah baiknya jika orang tua memilih mainan anak yang dapat ibu cuci sebelum anak menggunakannya kembali. Ini karena Si Kecil yang masih belum sadar betul cara menjaga kebersihan dan seringkali memiliki kebiasaan memasukkan tangan ke mulut. 

Kalau sudah begini, kuman dan bakteri jadi lebih mudah menyebar. Makanya, material mainan yang dapat ibu cuci menurunkan risiko penularan kuman atau bakteri. 

5.  Memiliki nilai edukasi

Ada baiknya mainan anak tidak hanya bersifat menyenangkan tetapi juga mendidik. Pilihlah yang dapat mengajarkan anak untuk berpikir, berkreasi dan berimajinasi. 

Misalnya seperti mainan tanah liat, puzzle, atau untuk anak yang lebih kecil bisa dengan mainan angka atau huruf. Untuk mengetahui contoh mainan yang edukatif untuk anak lainnya, ibu bisa baca 7 Mainan Bayi yang Mampu Tingkatkan Kecerdasan Anak.

Tips Memilih Mainan Anak Edukatif Sesuai Usia dan Manfaatnya

Salah satu tips memilih mainan anak adalah sesuaikan dengan usia mereka. Dengan begitu, mainan tersebut bisa membantu menstimulasi dan meningkatkan kemampuan Si Kecil sesuai dengan tahap perkembangannya.

Berikut permainan dan aktivitas balita berdasarkan usia anak:

 

Bayi baru lahir hingga usia 6 bulan

Bayi yang masih sangat kecil suka melihat orang dan mengikuti mereka dengan mata mereka. Biasanya mereka lebih menyukai wajah dan warna-warna cerah.

Bayi bisa meraih sesuatu dan terpesona dengan apa yang tangan dan kaki mereka bisa lakukan. Mereka mengangkat kepala, memutar kepala ke arah suara, memasukkan benda ke dalam mulut, dan masih banyak lagi.

Mainan yang baik untuk bayi yang masih kecil ini adalah:

  • Hal yang bisa mereka raih, pegang, hisap, dan goyangkan membuat suara. Misalnya, mainan kerincingan, teether, boneka lembut, dan bola bertekstur.
  • Hal-hal untuk mereka dengarkan, misalnya buku dengan lagu anak-anak.
  • Sesuatu untuk mereka lihat, seperti cermin yang tidak bisa pecah.

 

Bayi usia 7-12 bulan

Bayi yang sudah lebih agak besar biasanya lebih aktif. Mereka bisa beralih dari berguling hingga duduk, merangkak, berdiri, dan lain-lain.

Mereka sudah bisa memahami nama mereka sendiri, mengidentifikasi bagian tubuh mereka, menemukan benda tersembunyi serta memasukkan dan mengeluarkan barang dari wadah. 

Mainan yang baik untuk bayi usia ini, antara lain:

  • Mainan pura-pura, seperti boneka bayi, berbagai jenis kendaraan dari plastik atau kayu, dan mainan air.
  • Barang-barang yang bisa dijatuhkan dan dikeluarkan, seperti mangkuk plastik, bola, susunan donat dengan ukuran dari besar hingga kecil..
  • Mainan untuk dibangun, seperti balok lunak besar dan kubus kayu.
  • Sesuatu yang melatih otot besar mereka, seperti bola besar dan mainan dorong dan tarik.

 

Bayi usia 1 tahun

Anak usia 1 tahun biasanya sudah bisa berjalan dengan mantap, bahkan menaiki tangga. Mereka senang mendengarkan cerita, mengucapkan kata-kata pertama mereka dan bisa bermain di samping anak-anak lain (walaupun belum bermain bersama). Mereka juga suka bereksperimen, tapi membutuhkan orang dewasa untuk menjaga mereka tetap aman.

Mainan yang baik untuk anak usia 1 tahun, misalnya:

  • Buku papan dengan ilustrasi sederhana atau foto benda nyata.
  • Rekaman berisi lagu, cerita sederhana, dan gambar.
  • Sesuatu yang bisa dibuat, seperti spidol yang lebar tidak beracun, dan bisa dicuci, krayon, dan kertas besar.
  • Barang-barang untuk berpura-pura, seperti ponsel mainan, boneka dan tempat tidur boneka, kereta bayi dan kereta dorong bayi, aksesoris pakaian (syal, dompet), boneka, hewan plastik, dan kendaraan “realistis” dari plastik dan kayu.
  • Benda untuk dibuat, seperti karton dan balok kayu.
  • Benda untuk melatih otot besar dan kecilnya, seperti puzzle, mainan dengan berbagai hal (tombol, buka tutup, sesuatu yang diputar, dan lain-lain), dan bola besar dan kecil.

 

Anak usia 2 tahun 

Anak berusia 2 tahun sudah bisa dengan cepat belajar bahasa dan merasakan bahaya. Meski begitu, mereka suka melakukan uji coba fisik, seperti melompat dari ketinggian, memanjat, bergelantungan, berguling, dan bermain kasar. Mereka memiliki kontrol tangan dan jari yang baik dan suka melakukan sesuatu dengan benda kecil.

Mainan anak yang baik untuk usia 2 tahun, misalnya:

  • Sesuatu untuk memecahkan masalah, seperti puzzle (4-12 buah), balok yang bisa disatukan, objek untuk disortir (berdasarkan ukuran, bentuk, warna, bau, dan benda pengait.
  • Barang-barang untuk berpura-pura dan membangun, seperti balok, mainan transportasi yang lebih kecil (dan kokoh), furnitur berukuran anak-anak (perangkat dapur, kursi, makanan mainan), pakaian rias, boneka dengan aksesori, dan mainan dari pasir dan air.
  • Alat untuk berkreasi, seperti krayon dan spidol besar yang tidak beracun dan dapat dicuci, kuas cat besar dan cat jari, kertas besar untuk menggambar dan melukis, kertas origami berwarna, gunting ukuran balita dengan ujung tumpul, papan tulis dan kapur besar.
  • Buku bergambar dengan detail lebih banyak daripada buku untuk anak kecil.
  • Hal-hal untuk melatih otot besar dan kecil mereka, seperti bola besar dan kecil untuk menendang dan melempar, mainan yang bisa dikendarai (tetapi mungkin bukan sepeda roda tiga sampai anak berusia 3 tahun), terowongan, pemanjat rendah dengan bahan lembut di bawahnya, dan mainan yang menumbuk dan memalu.

 

Panduan Memilih Mainan Aman untuk Anak

Selain harus sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya, orang tua juga dianjurkan untuk memilih mainan yang aman untuk anak. Berikut tipsnya:

  • Untuk boneka, pilihlah yang terbuat dari bahan yang dicuci.
  • Sebaiknya pilihlah mainan berbahan kain yang berlabel tahan api.
  • Untuk alat melukis, seperti cat dan krayon, pastikan itu bebas dari bahan beracun.
  • Untuk mainan yang dicat, pastikan cat tidak mengandung bahan timbal.
  • Bila ingin membeli mainan yang bisa berbunyi, pastikan bunyinya tidak terlalu kencang dan hindari mendekatkan mainan tersebut ke telinga anak.

Itulah cara memilih mainan anak untuk tumbuh kembang optimal. Untuk mendukung tumbuh kembangnya juga, ibu bisa melengkapinya dengan berbagai produk kesehatan anak berkualitas di Toko Kesehatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Stroke adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, bahkan orang di usia muda. Penyakit ini bisa terjadi awalnya dalam tingkat ringan dan lambat laun semakin parah. Kamu harus mengetahui gejala stroke ringan agar bisa mendapatkan penanganan tepat.”

Waspada, Ini Berbagai Gejala Stroke Ringan di Usia Muda

 

Stroke bukanlah penyakit yang hanya menyerang orang lanjut usia saja. Kini, banyak orang usia muda yang berisiko terkena stroke ringan maupun berat. Hal ini bisa terjadi dari akibat pola hidup yang buruk, kolesterol tinggi, diabetes, dan tekanan darah tinggi.

Tentunya penyakit ini perlu kamu perhatikan gejalanya karena bisa berakibat fatal jika tidak mendapatkan penanganan sesuai. Terlebih dari itu, mengatasi stroke ringan dengan cekatan bisa meminimalisir serangan stroke yang lebih serius. Simak gejala stroke ringan yang bisa terjadi berikut ini!

Gejala Stroke Ringan yang Bisa Kamu Alami

Ada beberapa gejala stroke ringan yang terjadi pada bagian tubuh karena adanya penyumbatan oksigen dan nutrisi menuju otak. 

1. Kelumpuhan pada bagian tubuh tertentu

Salah satu gejala stroke ringan adalah kehilangan fungsi motorik pada tubuh. Otak bagian tertentu bertanggungjawab untuk memberi sinyal pada saraf motorik agar bisa menggerakkan anggota tubuh. Kurangnya suplai oksigen pada otak bisa menyebabkan bagian otak gagal berfungsi dengan baik. Sebelum mengalami kelumpuhan, seseorang juga bisa merasa kesemutan atau mati rasa di bagian tubuh tertentu.

2. Kesulitan bicara

Kemampuan bicara juga bertumpu pada kinerja otak. Stroke ringan bisa terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan berbicara. Biasanya, mereka juga bisa merasa kebingungan dalam memahami perkataan orang lain. Jika stroke ringan berubah menjadi lebih parah, pengidap bisa kehilangan kemampuan berbicara seluruhnya.

3. Pandangan mengabur, buta, atau sulit melihat

Ahli menyatakan bahwa masalah pengelihatan bisa terjadi sebagai gejala stroke karena dua kemungkinan. Yang pertama, stroke bisa merusak fungsi otak dalam memproses visual yang mata lihat. Selain itu, stroke juga bisa berdampak pada otot mata sehingga mata kesulitan untuk melakukan koodinasi agar bisa melihat.

4. Kehilangan keseimbangan dan pusing mendadak

Stroke ringan bisa memengaruhi batang otak, bagian yang mengatur kesembingan di otak. Ketika otak gagal untuk menyeimbangkan tubuh, kamu bisa mengalami pusing atau vertigo secara mendadak. Biasanya, pengidap melihat sekelilingnya seperti berputar dan bergerak meskipun tidak melakukan pergerakan apapun. 

5. Sakit kepala parah tanpa sebab apa pun yang muncul tiba-tiba

Sakit kepala yang seseorang alami karena gejala stroke bersifat tiba-tiba dan terasa intens. Terkadang, bagian kepala yang terasa sakit merupakan tempat terjadinya masalah stroke. Contohnya, jika pembuluh darah karotid yang membawa oksigen ke otak tersumbat, kamu kemungkinan besar akan merasakan sakit kepala di bagian dahi. 

Penanganan Ketika Seseorang Mengalami Stroke Ringan

Jika kamu mengira seseorang mungkin sedang mengalami stoke, kamu bisa melakukan empat tes ini pada orang tersebut. Jika kamu yang merasa sedang mengalami stroke, minta tolong pada orang di dekatmu untuk melakukan tes ini. 

  • Coba untuk tersenyum untuk melihat apakah salah satu sisi wajah terasa berat.
  • Angkat kedua lengan untuk mengecek apakah salah satu lengan kembali terkulai ke bawah.
  • Coba katakan satu kalimat sederhana untuk mendengar apakah cara bicara kurang jelas atau terdengar aneh

Apabila seseorang gagal melakukan salah satu dari tes tersebut, segera hubungi rumah sakit terdekat agar segera mendapatkan bantuan medis. Gejala stroke ringan bisa hilang setelah beberapa menit dan hanya terjadi stroke mini. Tetapi, stroke mini juga merupakan tanda-tanda stroke dan tidak bisa kamu hiraukan.

Menangani stroke ringan secepat mungkin setelah terjadi sangat penting untuk menghindari masalah yang lebih serius. Sementara itu, kamu juga bisa mencatat kapan gejala mulai terjadi. Hal ini perlu untuk kamu lakukan agar petugas medis bisa menentukan cara penanganan yang paling tepat. Ketahui pula Penanganan Pertama pada Serangan Stroke sebagai tindakan preventif.

Itulah berbagai gejala stroke ringan dan penangannya yang penting kamu ketahui.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Pola asuh anak dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu authoritarian, permissive, authoritative, dan uninvolved parenting. Masing-masing memiliki dampaknya tersendiri pada perkembangan mental anak di masa depan.“

Kenali Tipe Parenting dan Pengaruhnya pada Anak

Setiap orang tua berhak menentukan pola asuh yang dinilai baik untuk mendidik anaknya. Namun, hal yang perlu diketahui, tiap pola asuh memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Nah, untuk itu penting sekali mengenal dan menentukan pola asuh yang akan diterapkan dalam mendidik anak. 

Mengenal Tipe Parenting

Pola asuh anak diklasifikasikan menjadi empat tipe utama. Mungkin ibu secara tidak sadar sudah menerapkan salah satu dari tipe ini. Yuk, simak lebih dalam mengenai  tipe parenting dan pengaruhnya bagi anak.

1. Authoritarian parenting

Pola asuh otoriter adalah ketika orang tua mendidik anak dengan cara menerapkan aturan ketat yang harus dipatuhi. Biasanya orang tua dengan pola asuh ini tidak menjelaskan alasan mengapa mereka menerapkan peraturan-peraturan tersebut, dan menegur anak jika mempertanyakan peraturan yang telah dibuat.

Karakteristik pola asuh otoriter bisa dilihat jika orang tua melakukan hal-hal seperti berikut:

  • Memiliki tuntutan yang tinggi pada anak.
  • Memiliki harapan anak menjadi yang terbaik dan tidak membuat kesalahan.
  • Menghukum anak jika melakukan kesalahan tetapi tidak menjelaskan kesalahan apa yang anak buat.
  • Kurangnya diskusi dengan anak.

Hasil yang diharapkan dari orang tua dengan pola asuh ini adalah agar anak disiplin, penurut, dan menjadi yang terbaik di kehidupannya. Namun, sayangnya orang tua yang bersikap terlalu keras pada anak bisa berdampak pada perilaku atau mental anak di masa depan. 

Dampak pola asuh ini bisa saja membuat anak merasa cemas, rendah diri, depresi, bahkan menjadi pemberontak dan pembohong karena terlalu dikekang.

2. Permissive parenting

Berbanding terbalik dengan tipe sebelumnya, permissive parenting cenderung menerapkan sedikit aturan pada anak. Pola asuh permisif adalah ketika orang tua menunjukan rasa sayang yang tinggi pada anak, tetapi di sisi lain jarang mendisiplinkan anak. Alhasil, anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini kemungkinan memiliki sifat manja.

Sisi positif dari pola asuh ini yaitu anak menjadi lebih mandiri dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini disebabkan karena orang tua yang membebaskan dan tidak terlalu mengontrol bagaimana anaknya bersikap. Di sisi lain dampak negatif dari pola asuh ini menyebabkan anak tidak menghargai aturan, hingga kurang mampu mengontrol diri.

Perlu diingat, setiap pola asuh memiliki dampak baik dan buruknya masing-masing. Jika ibu ingin memastikan pola asuh mana yang tepat, Ibu bisa langsung berkonsultasi dengan dokter melalui Halodoc. Ayo download Halodoc untuk kesehatan tumbuh kembang anak yang lebih baik. 

3. Authoritative Parenting

Bisa dikatakan authoritative parenting adalah sedikit kombinasi antara pola asuh otoriter dan permisif. Pola asuh ini mendisiplinkan anak dengan peraturan yang jelas dan kerap kali mengajak anak berkomunikasi dengan orang tua. Pola asuh ini disarankan oleh para ahli karena merupakan penggabungan yang tepat antara rasa sayang dan kontrol dari orang tua.

Beberapa karakteristik pola asuh jenis ini, yaitu:

  • Orang tua bersikap responsif dan mau mendengarkan pertanyaan dari anak.
  • Memiliki harapan yang tinggi pada anak, dengan memberikan juga dukungan, masukan, dan rasa sayang.
  • Memaafkan anak ketika mereka gagal dan tidak menghukum anak.

Tujuan utama dari pola asuh ini adalah bagaimana mendidik anak dengan tegas, tapi juga suportif dan membuka ruang diskusi dengan anak. Harapannya anak menjadi pribadi yang bertanggung jawab, kooperatif, dan mandiri.

4. Uninvolved Parenting

Pola asuh yang tidak terlibat adalah ketika kurangnya perhatian dan disiplin dari orang tua kepada anak. Orang tua dengan pola asuh ini biasanya kurang mengetahui bagaimana perkembangan anak.

Di samping itu, anak-anak yang besar dengan gaya mengasuh ini cenderung kurang menerima bimbingan, pendidikan, dan perhatian dari orang tua.

Ketidakterlibatan orang tua dalam membesarkan anak bisa mendapatkan pengaruh terhadap hal-hal tertentu. Contohnya orang tua yang memiliki gangguan kesehatan mental, penyalahgunaan zat-zat tertentu, atau ada masalah lainnya.

Tentu saja absennya peran orang tua pada masa pertumbuhan anak akan mempengaruhi perilakunya di masa depan. Bersifat agresif, nakal, depresi, dan sulit mengendalikan emosi, merupakan dampak yang mungkin terjadi pada anak dengan pola asuh ini.