“Growth spurt merupakan periode pertumbuhan bayi yang mengalami lonjakan secara intens. Untuk mengoptimalkan pertumbuhannya, ketahui gejala dan penyebabnya.”

 

Orang Tua Perlu Tahu, Ini Gejala dan Penyebab Growth Spurt pada Bayi

Growth spurt adalah fase waktu yang singkat ketika bayi mengalami pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat. Percepatan pertumbuhan menjadi hal yang normal untuk mencapai kematangan fisik. 

Growth spurt biasanya terjadi pada bayi selama beberapa hari hingga seminggu dan menjadi golden periode bagi bayi untuk kesehatan dan kecerdasan otak. Oleh karena itu, orang tua perlu untuk mengetahuinya.

Gejala Growth Spurt pada Bayi

Growth spurt yang terjadi pada bayi memungkinkan terjadinya perubahan perilaku, sehingga penting untuk mengetahui tanda-tanda saat growth spurt sedang terjadi.

Berikut ini tanda-tandanya:

  1. Peningkatan nafsu makan yang ditandai dengan secara tiba-tiba bayi tertarik pada cluster feeding. Meningkatnya nafsu makan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan tubuhnya.
  2. Perubahan waktu tidur biasanya beriringan dengan kebutuhan konsumsi makan yang ekstra. Perubahan yang terjadi dapat berupa bangun lebih awal dari tidur siang, lebih sering bangun tengah malam maupun tidur siang lebih lama atau lebih sering.
  3. Perubahan emosional berupa bayi mudah lebih rewel dan manja. Bahkan bayi yang biasanya ceria pun bisa sedikit kesal selama growth spurt. Penyebabnya dapat berasal dari rasa lapar yang meningkat, pola tidur yang terganggu, bahkan rasa nyeri yang semakin bertambah.

Kapan Bayi Mengalami Growth Spurt?

Umumnya, bayi mengalami growth spurt selama tiga tahun pertama. Selanjutnya, pertumbuhan dari umur dua tahun sampai lima tahun menjadi lebih lambat dibandingkan pada masih bayi meskipun pertumbuhan terus berlanjut, mempengaruhi keterampilan motorik dan perkembangan sosial, emosional, dan kognitif.

Perlu tahu, growth spurt pada bayi terjadi pada usia tertentu berikut:

  • Umur 1 sampai 3 minggu
  • 6 bulan
  • 3 bulan
  • 6 bulan
  • 9 bulan

Penyebab Growth Spurt pada Bayi

Growth spurt adalah bagian alami dari perkembangan bayi. Terjadinya growth spurt dipengaruhi oleh beberapa faktor.

  • Genetik
  • Kebutuhan dan asupan nutrisi
  • Paparan zat kimia yang berasal dari air dan atmosfer (timbal atau polusi)
  • Kesehatan janin abnormal atau komplikasi kehamilan

Cara Menangani Growth Spurt pada Bayi

Growth spurt adalah periode pertumbuhan yang tidak bisa dicegah, tetapi ada beberapa hal untuk membuatnya sedikit lebih tenang dalam mengatasinya. Pertama, ketahui bahwa jika bayi sedang berada di fase growth spurt akan sedikit lebih menguras tenaga.

Kedua, hilangkan semua hal-hal kecil yang menimbulkan perasaan khawatir secara berlebih. Jika dibutuhkan dapat meminta bantuan kerabat keluarga atau teman terdekat untuk menemani selama periode growth spurt.

Jika selama beberapa hari bayi masih mengalami growth spurt, jangan khawatir. Tetap pantau pertumbuhan dan perkembangannya. Periode growth spurt pada setiap bayi berbeda-beda, kondisi tersebut akan kembali seperti sediakala sebagaimana mestinya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Autisme merupakan gangguan perkembangan otak. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi seseorang dengan orang lain. Sayangnya, autisme rentan terjadi pada anak sejak balita. Ciri-ciri yang perlu dikenali yaitu tidak merespon saat dipanggil namanya hingga tidak mampu merespon emosi.

 

Mau tahu berapa jumlah pengidap autisme pada anak-anak? Menurut data dari WHO, autisme terjadi pada 1 dari 160 anak di seluruh dunia. Cukup banyak, bukan?

Autisme sendiri merupakan gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, pengidapnya juga akan mengalami gangguan perilaku dan membatasi minat pengidapnya.

Lalu, seperti apa sih ciri-ciri autisme itu?

Ciri-Ciri Autisme

Berbicara ciri-ciri autisme tak hanya menyoal satu-dua hal saja. Sebab, masalah yang satu ini bisa ditandai oleh berbagai tanda. Misalnya, sekitar 25–30 persen anak dengan autisme kehilangan kemampuan berbicara, meski mereka mampu berbicara saat kecil. Sedangkan 40 persen anak dengan autisme, tak berbicara sama sekali.

Selain itu, ciri-ciri autisme terkait komunikasi dan interaksi sosial, meliputi:

1.Tidak Merespons bila Namanya Disebut

Anak yang normal akan merespon bila namanya disebut. Hanya 20 persen anak yang mengidap autis akan merespon bila namanya disebut.

2.Tidak Merespon Emosi

Anak yang normal sangat sensitif dengan emosi orang lain. Sedangkan anak dengan autisme, lebih kecil kemungkinannya untuk tersenyum ketika menanggapi senyuman orang lain.

3.Tidak Meniru Kebiasaan Orang Lain

Anak dengan autisme tidak suka meniru. Anak dengan kondisi normal cenderung meniru ketika seseorang tersenyum, menepuk, atau melambaikan tangan.

4.Tidak Suka Bermain yang “Berpura-Pura”

Anak perempuan berumur dua atau tiga tahun biasanya suka mengasuh boneka miliknya atau berperan sebagai seorang “ibu”. Sedangkan anak dengan autisme, hanya fokus pada boneka tersebut.

Selain hal-hal di atas, ciri-ciri autisme juga bisa ditandai dengan:

  • Lebih senang menyendiri, seperti ada di dunianya sendiri.
  • Tak bisa memulai atau meneruskan percakapan, bahkan hanya untuk meminta sesuatu.
  • Sering menghindari kontak mata dan kurang menunjukkan ekspresi.
  • Nada bicaranya tidak biasa, misalnya datar.
  • Sering menghindari kontak mata.
  • Menghindari dan menolak kontak fisik dengan orang lain.
  • Enggan berbagi, bermain, atau berbicara dengan orang lain.
  • Sering mengulang kata (echolalia), namun tak memahami penggunaannya secara tepat.
  • Cenderung tak memahami pertanyaan atau petunjuk sederhana.

Ingin tahu lebih lanjut mengenai ciri autisme? Ibu bisa mendiskusikannya dengan dokter anak tepercaya di Halodoc. ✔️ Komunikasi dengan dokter bisa dengan mudah ibu lakukan melalui aplikasi ini kpan dan di mana saja. Praktis, kan?

Autisme Bisa Disebabkan Banyak Faktor

Sampai saat ini penyebab pasti dari autisme belum diketahui secara pasti. Tapi, setidaknya ada beberapa faktor yang diduga bisa memicu masalah ini, seperti:

  • Terlahir Kembar. Dalam kasus kembar tidak identik, terdapat 0–31 persen kemungkinan autisme pada salah satu anak memengaruhi kembarannya juga mengalami autisme. Pengaruh ini akan semakin besar bila anak terlahir kembar identik.
  • Genetik. Sekitar 2–18 orangtua dari anak dengan autisme akan berisiko memiliki anak kedua dengan gangguan yang sama.
  • Jenis Kelamin. Faktanya, anak laki-laki empat kali lebih berisiko mengalami autisme dibandingkan anak perempuan.
  • Usia. Semakin tua usia saat memiliki anak, semakin tinggi pula risiko memiliki anak autis. Wanita yang melahirkan di atas usia 40 tahun, berisiko melahirkan anak autis hingga 77 persen, bila dibandingkan melahirkan di bawah usia 25 tahun.
  • Gangguan Lainnya. Autisme juga bisa dipicu oleh gangguan, seperti sindrom down, lumpuh otak, distrofi otot, hingga sindrom Rett.

Nah itulah beberapa ciri autisme pada balita 0-3 tahun yang perlu dikenali. Jika Si Kecil memiliki gejala yang dicurigai ciri autisme, tidak ada salahnya untuk memeriksakannya pada dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mengonsumsi makanan bergizi, khususnya protein hewani, cukup efektif untuk mencegah stunting pada balita. Ada banyak pangan lokal yang bergizi dan kaya protein, serta baik untuk mendukung pertumbuhan balita.

 

5 Makanan Bergizi untuk Mencegah Stunting pada Balita

 

Sudah tak asing bukan dengan masalah stunting pada balita? Stunting merupakan kondisi ketika pertumbuhan tinggi balita tidak sesuai dengan tinggi ideal di usianya.  Hal ini disebabkan karena kurangnya asupan gizi yang seimbang dalam jangka waktu lama.

Di Indonesia, stunting biasanya terjadi pada anak-anak yang datang dari keluarga dengan ekonomi yang rendah, sehingga mereka kurang mampu untuk mengakses makanan bergizi. 

Namun, ibu jangan khawatir, karena ada berbagai pilihan pangan lokal yang murah, tapi tetap mengandung banyak gizi dan nutrisi yang baik untuk anak. Lantas, apa saja makanan tersebut? 

Mencegah Stunting dengan Makanan Murah dan Bergizi 

Makanan bergizi yang ditunjukan di media sosial sering kali digambarkan sebagai makanan mahal yang diimpor dari luar negeri. Namun, sebenarnya untuk memenuhi gizi seimbang pada balita, orang tua dapat memanfaatkan makanan-makanan lokal yang tersedia di pasar. Contohnya seperti tempe, ati ayam, telur, dan lain-lain. 

Makanan tersebut tidak hanya murah, tapi juga kaya protein dan gizi lainnya yang dibutuhkan tubuh anak. Nah, berikut makanan untuk mencegah stunting pada balita:

1. Tempe dan tahu

Tempe dan tahu adalah sumber protein nabati yang berbahan dasar dari kedelai. Setiap 100 gramnya, tempe mengandung protein sebanyak 14 gram, sedangkan tahu sebesar 10,9 gram protein. 

Selain itu, kedua makanan ini juga mengandung zat besi yang memiliki berbagai manfaat untuk tubuh anak. Mulai dari meningkatkan energi tubuh, meningkatkan sistem imun, dan menjaga kesehatan tulang.  

Dalam semangkuk atau setara 85 gram tempe, dapat mencukupi kebutuhan zat besi harian sebanyak 10 persen. Sementara itu, dengan porsi yang sama tahu dapat memenuhi 8 persen kebutuhan zat besi harian. 

2. Kacang-kacangan

Anak-anak biasanya kurang menyukai kacang-kacangan. Padahal, kacang-kacangan adalah makanan alternatif yang baik untuk memenuhi kebutuhan protein pada balita. Kacang hijau contohnya, satu porsi atau setara 100 gram mengandung 8,7 gram protein.

Kacang hijau juga biasanya diberikan sebagai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada balita di posyandu. Selain kacang hijau, kacang tanah pun yang juga kaya nutrisi. Kacang tanah mengandung magnesium, folat, vitamin E, tembaga, dan arginin. Dalam seperempat cangkir porsi kacang tanah mengandung 9 gram protein, atau setara dengan 18 persen dari kebutuhan protein harian.

3. Telur

Untuk mencegah stunting tidak hanya anak yang perlu makanan bergizi, ibu pun juga harus mengonsumsi makanan bergizi. Bumil dan busui dapat menambahkan sebutir telur sebagai sumber protein pada menu harian.

Telur mengandung asam amino yang baik untuk tubuh ibu dan bayi. Telur juga mengandung selusin vitamin dan mineral termasuk kolin yang bagus untuk perkembangan otak bayi. Hal yang perlu diingat, ibu harus mengonsumsi telur dalam keadaan matang untuk mencegah kontaminasi bakteri.

4. Hati ayam

Hati ayam ternyata mengandung protein yang lebih tinggi dari daging ayam. Dalam 100 gram hati ayam mentah mengandung 27,4 protein, sedangkan daging ayam hanya 18,2 gram protein. 

Tidak hanya tinggi protein, hati ayam juga cenderung rendah kalori sehingga asupan hati ayam akan membuat kenyang lebih cepat dan bertahan lebih lama. Hati ayam juga kaya akan vitamin B yang sangat baik untuk bumil dan anak-anak dalam masa pertumbuhan. Pada setiap 100 gram hati ayam mengandung 16,6 mcg vitamin B12, 0,9 mg vitamin B6, dan 0,36 mg vitamin B1.

5. Ikan

Ikan kembung merupakan salah satu makanan yang baik untuk mencegah stunting pada anak. Meski harganya lebih murah dibandingkan ikan lainnya, tapi ikan kembung memiliki nilai gizi yang hampir sama dengan ikan salmon. Ikan kembung kaya akan sumber vitamin B2, B3, B6, B12, dan vitamin D. Ikan kembung bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan jantung, mencegah penyakit otak, dan menguatkan tulang.

Itulah beberapa jenis makanan bergizi dengan harga terjangkau yang dapat mencegah stunting pada balita. Jadi ibu tidak perlu khawatir untuk memberikan nutrisi dan gizi terbaik untuk anak tanpa perlu mengeluarkan biaya yang besar