“Ada banyak sekali manfaat vitamin B6 untuk ibu hamil dan tumbuh kembang janin, termasuk meringankan morning sickness. Namun, pastikan ibu mengonsumsi dalam dosis yang tepat.”

 

Vitamin B6 untuk Ibu Hamil: Aturan Konsumsi dan Manfaatnya

 

Selama menjalani kehamilan, kebutuhan nutrisi ibu tentu akan meningkat. Ini artinya, ibu harus mencukupi kebutuhan tersebut sehingga kesehatan tubuh tetap terjaga dan tumbuh kembang janin tetap optimal. Vitamin B6 menjadi salah satu nutrisi yang ibu butuhkan. Mengonsumsi vitamin B6 untuk ibu hamil juga menawarkan berbagai manfaat baik lain, baik bagi ibu maupun janin. 

 

Apa Saja Manfaat Vitamin B6 untuk Ibu Hamil?

Memiliki nama lain piridoksin, vitamin B6 masuk dalam kategori vitamin yang larut dalam air. Tubuh menggunakan vitamin ini untuk membuat asam amino dan melakukan proses metabolisme makronutrien. Selain itu, tubuh juga membuat vitamin B3 atau niacin dari asam amino jenis triptofan melalui vitamin B6.

Khusus untuk masa kehamilan, vitamin B6 untuk ibu hamil menawarkan segudang manfaat, antara lain:

  • Mengoptimalkan kerja tubuh ibu dan janin dalam proses metabolisme karbohidrat dan protein. 
  • Membantu menciptakan antibodi, sel darah merah yang baru dan sehat, dan neurotransmitter dalam tubuh janin. 
  • Mengurangi mual dan muntah atau morning sickness pada ibu hamil.
  • Membantu menjaga kadar gula dalam darah tetap sehat. 
  • Mendukung perkembangan saraf dan otak yang lebih optimal pada janin. 
  • Menunjang fungsi otak. 
  • Memiliki peran penting untuk mencegah berbagai masalah kesehatan yang rentan menyerang bayi yang baru lahir, salah satunya adalah bayi yang lahir dengan berat badan rendah. 

Berdasarkan berbagai manfaat vitamin B6 untuk ibu hamil tersebut, pastinya kebutuhan harian akan vitamin satu ini harus tercukupi. Asupannya bisa ibu dapatkan dari makanan dan suplemen sesuai dengan rekomendasi dokter. 

 

Berapa Dosisnya?

Dosis vitamin untuk ibu hamil yaitu sekitar 1,9 miligram setiap hari. Meski begitu, ibu hamil yang mengalami morning sickness bisa mengonsumsi vitamin B6 sebanyak 10-25 miligram tiga kali dalam satu hari. 

Pastikan ibu tidak mengonsumsi vitamin B6 lebih besar dari 100 miligram setiap hari. Sebab, hal tersebut bisa membuat saraf menjadi mati rasa dan berpotensi besar mengalami kerusakan. 

Sementara itu, defisiensi vitamin B6 pada ibu hamil bisa meningkatkan risiko sariawan, anemia, kelelahan tubuh, depresi, degenerasi neurologis, dan peradangan pada bagian lidah. 

Kurangnya asupan vitamin B6 bisa terjadi karena nutrisi harian yang tidak terpenuhi, ibu mengidap masalah kesehatan tertentu, mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang berlebihan, dan asupan makanan olahan dan tinggi gula yang terlalu banyak. 

Memang benar, vitamin B6 untuk kehamilan memang dapat membantu mengurangi mual dan muntah saat hamil. Meski begitu, sebaiknya ibu bertanya dulu pada dokter sebelum memutuskan untuk mengonsumsi vitamin tersebut. Pasalnya, dosisnya harus sesuai dengan rekomendasi langsung dari dokter. 

 

Kapan Waktu yang Tepat Mengonsumsi Vitamin B6 saat Hamil?

Sebaiknya, konsumsi vitamin B6 untuk ibu hamil seperti anjuran yang tertulis pada kemasan atau sesuai dengan arahan dokter. Selain itu, lebih baik ibu mengonsumsi vitamin pada waktu yang sama setiap hari supaya hasilnya lebih optimal.

Ibu dapat mengonsumsi vitamin tersebut setiap hari, baik sebelum atau sesudah makan. Akan tetapi, efek paling baik dari vitamin B untuk pencernaan ketika ibu mengonsumsinya saat makan. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Penyebab umum lidah putih pada bayi adalah sisa susu yang menumpuk pada lidah. Untuk membersihkannya, ibu harus melakukannya dengan perlahan-lahan dan lembut agar tidak melukai lidah bayi.”

 

Ini Cara Membersihkan Lidah Putih pada Bayi yang Ibu Wajib Tahu

 

Saat bayi baru berusia mingguan atau beberapa bulan, ibu mungkin melihat lidah bayi terlihat putih setelah menyusu. Penyebab umum lidah putih pada bayi adalah sisa penumpukan susu. Bayi tidak memiliki air liur sebanyak anak yang lebih besar dan orang dewasa.

Hal ini menyebabkan bayi memiliki lebih sedikit cairan di mulut untuk membersihkan susu dari lidah. Membersihkan lidah bayi pun tidak boleh sembarangan. Ibu harus melakukannya dengan perlahan-lahan dan lembut agar tidak melukai lidah bayi yang masih lunak. Ibu juga harus mengenali penyebab lidah putih pada bayi untuk memahami cara mencegahnya. 

 

Selain sisa ASI atau susu, infeksi jamur juga bisa menjadi penyebab lidah bayi putih. Candida albicans adalah jamur yang sering menyebabkan lidah putih pada bayi.

Daya tahan tubuh bayi masih berkembang, sehingga tubuhnya tidak cukup kuat melawan infeksi. Pada akhirnya, bayi mudah mengalami penyakit jamur ini.

Selain itu, penggunaan antibiotik dalam waktu lama juga dapat meningkatkan kemungkinan bayi terkena infeksi jamur. Hal ini karena antibiotik dapat melemahkan bakteri baik yang ada di lidah, serta mempermudah pertumbuhan jamur di mulut dan lidah bayi.

Cara Membersihkan Lidah Putih pada Bayi

Membersihkan lidah dan gusi bayi adalah proses yang relatif sederhana, dan ibu tidak memerlukan banyak persediaan. Satu-satunya hal yang ibu perlukan adalah air hangat dan kain lap atau kain kasa.

Setelah itu, ibu bisa melakukan beberapa langkah ini di rumah.

  1. Cuci tangan terlebih dahulu.
  2. Ambil sepotong kecil kain atau kain kasa dan lilitkan di sekitar jari.
  3. Basahi kain dengan air hangat.
  4. Pegang bayi dengan satu tangan
  5. Gunakan tangan lainnya untuk membuka mulut bayi dengan lembut.
  6. Letakkan jari di lidah bayi dan gosok perlahan permukaan lidah secara melingkar.
  7. Setelah lidah bersih, gosok gusi dan bagian dalam pipi bayi.

Ibu sebaiknya membawa anak ke dokter untuk pemeriksaan dan pengobatan jika sudah mencoba cara-cara di atas namun lidah putih tidak kunjung hilang. Dokter akan meresepkan obat antijamur jika lidah bayi yang putih diakibatkan oleh infeksi jamur.

Dokter mungkin akan meresepkan salah satu dari dua obat antijamur, yaitu:

  • Mikonazol. Saat merawat lidah putih, obat antijamur ini sering dipilih, dan biasanya diberikan dalam bentuk gel. Obat ini mudah digunakan yakni cukup dengan memberikan obat pada ujung jari yang bersih ke lidah putih bayi.
  • Nistatin. Obat ini tersedia dalam bentuk tetes, sehingga lebih mudah diberikan pada bayi. Ibu dapat menggunakan obat ini, jika obat mikonazal tidak cocok untuk bayi.

Selain itu, ibu dapat mengobati lidah putih bayi yang baru lahir akibat infeksi jamur dengan memberikan yogurt yang mengandung bakteri sehat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

"Upaya Rehabilitasi Sebagai Reaksi Formal Humanis Bagi Penyalah Guna Narkoba"

 

 

 

Berdasarkan data World Drug Report UNODC tahun 2020 tercatat sekitar 269 juta orang di dunia menyalahgunakan narkoba.[1] Melalui Laporan Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba BNN tahun 2019, angka prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia sebesar 1,8 persen.[2] Masih tingginya angka tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pelaksanaan upaya pemberantasan dan pencegahan oleh aparat penegak hukum dan masyarakat. Hingga saat ini, persepsi masyarakat terhadap penyalahguna narkoba masih problematis. Stigmatisasi terhadap penyalahguna narkoba, terutama terhadap pengguna atau pecandu menjadi salah satu penghambat dalam melaksanakan proses reintegrasi penyalah guna ke masyarakat. Selain itu, stigmatisasi pada penyalahguna narkoba menyebabkan efek seperti harga diri rendah, depresi, dan perubahan kepribadian pada orang yang distigmatisasi.[3] Secara hukum, penyalah guna narkotika didefinisikan sebaga orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Namun, dalam beberapa kasus sering sekali penyalah guna dapat disebutkan sebagai korban penyalahgunaan narkotika, yaitu seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika.

 

Reaksi Formal dalam Menangani Permasalahan Penyalahgunaan Narkoba

Reaksi formal sebagai respon terhadap penyalah guna narkotika dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyebutkan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam memberikan reaksi terhadap permasalahan narkotika, salah satunya yaitu upaya rehabilitasi medis dan sosial. Secara definitif, rehabilitasi medis merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Selanjutnya, rehabilitasi sosial sebagai suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Pihak yang berhak menerima rehabilitasi medis dan sosial sesuai UU tersebut adalah pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.

Proses rehabilitasi medis dan sosial sebagai pemulihan pecandu narkotika dilakukan melalui tahan rehabilitasi medis dan sosial. Tahap rehabilitasi medis disebut juga dengan detoksifikasi melalui proses ini pecandu akan melewati proses pemeriksaaan baik fisik dan mental oleh pihak profesional untuk mendeteksi gejala kecanduan tersebut. Tindakan yang paling penting dalam tahap ini adalah mengurangi gajala putus zat yang diderita oleh pecandu.

 

Rehabilitasi sebagai Reaksi Formal Berprinsip Humanistis

Upaya rehabilitasi merupakan suatu respon berbasis humanis dibandingkan sistem penghukuman tradisional berbasis inkapasitasi. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa system penghukuman berbasis pemenjaraan gagal dalam mendapatkan fungsi rehabilitasi dan reformasi narapidana, serta minim dalam menerapkan prinsip kemanusiaan.[4] Kondisi tersebut mengindikasikan perlunya suatu alternatif lain dalam merespon fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Berfokus pada rehabilitasi dengan tujuan dan skema yang telah dilakukan menjadi upaya yang lebih efektif dalam merespon permasalahan narkotika. Penyalah guna terhindar dari ketidakadilan, stigmatisasi, dan mendapatkan respon yang tepat terkait dengan masalah yang dihadapinya.

Dalam mengupayakan rehabilitasi utamanya membutuhkan peran kerja sama antara keluarga, masyarakat, dan aparat penegak hukum. Aspek keluarga dan masyarakat memiliki peran penting dalam melakukan pelaporan ketika anggota keluarga atau orang terdekatnya terindikasi sebagai pengguna atau pecandu narkotika. Selain itu, peran keluarga terus berlanjut sepanjang proses rehabilitasi dilaksanakan. Sejatinya, dukungan moral (moral support) yang diberikan oleh keluarga merupakan katalisator yang sangat membantu proses pemulihan pecandu selama proses rehabilitasi.[5] Hal tersebut tentu saja dapat dilaksanakan dengan efektif dan tepat ketika unsur kriminalisasi terhadap pengguna dan pecandu narkotika dapat dihapus.  Oleh karena itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika perlu ditingkatkan.